Okezone 12/11/14 - 20:54
Fiddy Anggriawan
JAKARTA - Kuasa Hukum Pengawas
yayasan Yohanes Kusdharmanto Cs, Aryanto Mangundiharjo mengatakan kliennya
telah melaporkan ke Mabes Polri Ketua Pembina dari yayasan Universitas Prof Dr
Moestopo, Hyginus Hermanto beserta anggota pembina Thomas Suyatno dan Pengawas
Moh Nasir atas adanya indikasi tindak pidana penyalahgunaan wewenang hingga
merugikan pihak yayasan dan negara.
“Klien saya telah melaporkan kasus ini ke
Mabes Polri Agustus lalu, dan berkas sekarang sudah diproses di Polda Metro
Jaya,“ kata Aryanto Mangundiharjo kepada wartawan, Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Hyginus Hermanto cs dilaporkan oleh Pembina
dari yayasan Universitas Prof Dr Moestopo, Romualdus Kusumanto Joesoef
Moestopo, Pengawas yayasan Yohanes Kusdharmanto Joesoef Moestopo, Pengawas
Yayasan Lukas Kusparmanto, dan Bendahara yayasan Maria Margaretha Kusnandari.
Arya juga mengungkapkan, laporan ini
menyangkut masa depan anak bangsa yang kuliah di Universitas Moestopo, harus
dibenahi, karena tidak sesuai dengan harapan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh salah satu
Pembina Yayayan Moestopo Romualdus Kusumanto Joesoef Moestopo, yang juga melaporkan
perkara tersebut.
“Banyak temuan-temuan dari pengawas yang tidak
sesuai dengan fakta, laporan pembangunan yang tidak transparan, hak bendahara
yang diamputasi, pengeluaran-pengeluaran yang tidak diketahui oleh bendahara,
program mahasiswa tak berjalan, “ ujar Kusumanto ketika ditemui di Universitas
Moestopo.
Dengan jumlah mahasiswa kampus sekira 7000
orang, Kusuma menyayangkan sikap Ketua Pembina dan Cs. Ia bertekad akan
mengembalikan semangat Moestopo yakni, yang transparan, kejujuran, patriotik,
bersedia membangun bangsa, bekerja sama membangun bangsa, serta gotong royong.
Sementara ketika hendak dikonfirmasi perihal
laporan tersebut, Hyginus Hermanto tidak mau memberikan jawaban secara rinci. “Silahkan berbicara
dengan pengacara saya,“ tutupnya.
(ded)
205 Penyelenggara PTS Konflik Berkepanjangan
· HARIAN ANDALAS - Senin, 30 Nopember 2015 10:56
Medan-andalas Sebanyak 205 dari 3.214 yayasan penyelenggara
pendidikan tinggi swasta (PTS) di Indonesia mengalami konflik berkepanjangan.
Konflik terjadi antara lain akibat pembina yayasan seolah memiliki kekuasaan
tanpa batas.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Badan
Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Pusat Prof Thomas
Suyatno pada Seminar Nasional “Penyehatan Pengelolaan PTS dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)" di Hotel
Grand Serela, Medan, Sabtu (28/11).
Seminar yang digelar ABP-PTSI Sumut itu
dirangkai dengan Musyawarah Wilayah (Muswil) II ABP-PTSI Sumut. Tampil sebagai
narasumber, mantan Dijen Dikti Prof Djoko Santoso dan Koordinator Koordinasi
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah Sumut Prof Dian Armanto.
Di depan para pimpinan yayasan penyelenggara
PTS se-Sumut, Prof Thomas Suyatno mengungkapkan, konflik yang sering terjadi
adalah antarorgan di dalam yayasan, yakni antara pembina, pengawas, dan
pengurus.
“Konflik terjadi karena pembina seolah
memiliki kekuasaan tanpa batas. Padahal, pembina hanya bertugas mengangkat dan
memberhentikan pengurus dan pengawas. Kemudian, menjual dan menggadaikan aset
atas izin pembina. Sedangkan di luar itu, adalah tugas pengurus,” kata Pembina
Yayasan Dr Moestopo ini.
Dia bersyukur, Yayasan Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU) dan Yayasan Universitas Simalungun (USI) sudah mampu
mengakhiri konfliknya.
Dalam kesempatan itu, Kooordinator Kopertis
Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto mengatakan, ciri PTS sehat antara lain badan
penyelenggara (yayasan) terdaftar dan tercatat di Kemenkumham dan badan
penyelenggara dan pimpinan PTS tidak konflik. “Selain itu, PTS dan program
studi terakreditasi Badan Akreditai Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Kemudian, mahasiswa dan dosennya terdaftar di Pangkalan Data (PD) Dikti,” kata
Dian.
Sedangkan Djoko Santoso mengatakan, profil PTS
sehat harus memiliki rasio dosen/mahasiswa untuk prodi IPA 1:20 dan untuk prodi
IPS 1:30 dengan toleransi 1,5 rasio. “Selain itu, memiliki lahan seluas 10 ribu
meter persegi untuk universitas, 8.000 meter persegi untuk institut, dan 5 ribu
meter untuk sekolah tinggi, politeknik dan akademi,” kata mantan Dirjen Dikti
ini.
Ketua panitia, Tenang Malem Tarigan
melaporkan, seminar bertujuan membangkitkan semangat yayasan untuk meningkatkan
mutu lembaga perguruan tinggi yang dikelolanya dalam menghadapai MEA 2015.
“Sedangkan muswil, selain memilih pengurus baru periode 2015-2020 juga membuat
rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat terkait pengelolaan
peguruan tinggi yang sehat,” kata pendiri AMIK MBP Medan ini. (HAM)